Jakarta – Bahwa salah satu Potret carut marutnya sistem penegakan hukum di negeri ini adalah oknum Aparat Penegak Hukum (APH) Kejaksaan Republik Indonesia selaku Eksekutor dalam Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) yang lalai melaksanakan Eksekusi Terpidana yang putusan hukumnya telah berkekuatan hukum tetap.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 270 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jo Pasal 54 ayat (1) Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Jo Pasal 30 ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, maka seharusnya Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tersebut segera dilaksanakan/ dieksekusi oleh pihak Kejaksaan Republik Indonesia guna terwujudnya kepastian hukum dan keadilan bagi Korban.
Demikian pula Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 21 Tahun 1983 Tanggal 8 Desember 1983 menyebutkan selambat-lambatnya 1(satu) minggu setelah Putusan yang berkekuatan hukum tetap selesai, wajib dikirimkan kepada Jaksa selaku Eksekutor, untuk dilakukan eksekusi/upaya paksa penangkapan terhadap Terpidana dan dimasukan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).
Bahwa Amar Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1066K/Pid/2020 Tanggal 20 Oktober 2020 Jo Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 1316/ Pid.B/ 2019/ PN.Jkt.Ut Tanggal 20 Januari 2020 atas nama Terpidana Ny. LOLY IMELDA HUTAPEA telah berkekuatan hukum tetap sejak Tanggal 20 oktober 2020,dan jelas menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penipuan” dan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1(satu) Tahun.
Namun sampai saat ini (Juli 2023) yang bersangkutan tidak dieksekusi oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara selaku Eksekutor, Aneh? Dalam Sistim Peradilan Pidana, Penyidik Kepolisian telah bersusah payah melakukan Penyelidikan, Penyidikan dan Pemberkasan, kemudian diajukan kepada Kejaksaan sebagai Penuntut Umum, dan dilanjutkan dengan pemeriksaan dalam persidangan di Pengadilan yang sangat melelahkan, sampai Vonis Mahkamah Agung, namun setelah berkekuatan hukum tetap, ternyata tidak dilaksanakan Eksekusi oleh Kejaksaaan, padahal dalam proses peradilan pidana tersebut menggunakan uang Negara yang tidak sedikit.
Bahwa berdasarkan potret carut marutnya penegakan hukum sebagaimana diuraikan di atas, maka kami dari sejumlah Mahasiswa Pasca Sarjana yang tergabung dalam Perkumpulan “Lembaga Advokasi dan Kemitraan Informasi Publik (LAKIP)”, menyampaikan Pernyataan Sikap yaitu: Mendesak Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara selaku Jaksa Penuntut Umum dan Eksekutor untuk segera melakukan upaya paksa/Eksekusi terhadap Putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap dengan cara melakukan Pencekalan, Penetapan DPO dan Penangkapan Terpidana dimaksud, kerana sampai saat ini yang bersangkutan belum menjalankan Putusan tersebut dan masih berkeliaran;- Pembiaran Terpidana bebas berkeliaran adalah termasuk tindakan menghalangi keadilan (Obstruction Of Justice) yang dapat dituntut Pidana.
Mengapa Surat Panggilan Kajari jadi Mandul? Demikian Pernyataan Sikap ini disampaikan pada saat Aksi Damai di depan Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Utara – Oleh Aktivis LAKIP;- 29 Agustus 2023;-. (Nen)