Tanjungsari – Keberadaan penggilingan batu yang berada di Kampung Dukut Desa Sirnarasa Kec. Tanjungsari Kab. Bogor. Menurut warga Tanjungsari pasalnya perusahaan tersebut diduga membuang limbah ke saluran irigasi Cikompeni sehingga masyarakat komplen karena limbah dalam bentuk air dan lupur bercampur butiran batu kecil mengotori saluran irigasi dan merusak lahan warga. Hal itu dikatakan Ajat salah seorang warga Desa Sirnarasa mengatakan kepada awak media hari ini Senin. (6/1/20)
Pemerintah Desa Sirnarasa menggelar musyawarah bersama para kepala desa serta pemerintah kecamatan dengan pihak perusahaan penggilingan batu tersebut. Dari hasil peninjauan lokasi dan hasil musyawarah membuahkan kesepakatan kedua belah pihak hal itu dikatakan kepala desa Sirnarasa Deni Firdaus Zamzam. Sebagai Kepala Desa mewakili masyarakat menyikapi laporan warga masyarakat tekait dengan abu batu yang terbawa air ke saluran irigasi megakibatkan pendangkalan di saluran sungai sepanjang 1 kilometer yang mengaliri ke 5 desa wilayah di Tanjungsari menyikapi hal itu kami perlu mengklarifikasi ke pihak perusahaan ini kali kedua.

Dari hasil musyawarah bersama intinya perusahaan harus bertanggung jawab menormalisasikan kembali saluran irigasi Cikompeni bahkan di tempat perusahaan itu berdiri pun harus di benahi agar tidak lagi mengalir ke Cikompeni jelas Deni Firdaus Zamzam. Namun Pihak perusahaan belum bisa menjawab (merealisasikan) terkait permasalahan ini, tutup kades. (03/10/20)
Muspika dan Pemerintah Desa bersama jajaran Polsek Tanjungsari yang di pimpin langsung kapolsek Iptu Muhaimin melakukan penijauan lokasi saluran pembuangan limbah perusahaan itu mengatakan, soal penanganan abu pasir yang masuk ke irigasi, sawah dan kebun warga akibat terbawa air terkait curah hujan yang tinggi. Hasil musyawarah pihak PT MIP sudah siap akan menurunkan alat berat untuk mengeruk abu pasir yang masuk ke Irigasi Cikompeni, dan siap juga untuk memberikan kompensasi kepada warga yang kebun/sawahnya terkena abu tersebut dan Pihak Polsek tetap akan memonitor jelas Kapolsek.
Sementara hasil pantauan dan investigasi di lapangan, perusahaan tersebut juga sering gonta-ganti nama perusahaan. Dalam kurun yang singkat terdapat nama-nama perusahaan yang berbeda-beda, diantaranya informasi yang di dapat perusahaan tersebut memiliki tiga nama yang berbeda dengan obyek yang sama. Diantara nya nama-nama yang sempat di gunakan: PT Metro Kencana sejahtera, PT Bogor Mineral, dan PT Mandala Inti Persada. Perbedaan nama tersebut sengaja di buat oleh pihak perusahaan dan patut di duga perusahaan tersebut upaya untuk menghindar dari kewajiban yang telah menjadi tanggung jawab nya.
Di tempat terpisah, terkait pencemaran dan perusakan lingkungan, Ketua Umum Nasional KAWALI dan Mantan Direktur WALHI Puput Td Putra, memberikan pernyataan kersnya terkait Hukuman Bagi Perusahaan Pelaku Pencemaran Lingkungan. Harusnya Pihak Perusahaan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan melakukan penanggulangan pencemaran, yang salah satunya adalah memberikan informasi peringatan pencemaran kepada warga terdampak. Adanya informasi peringatan dapat mencegah adanya masyarakat yang meminum air sungai yang sudah tercemar. Selain itu, bila perusahan terbukti melakukan pencemaran, perusahaan juga wajib melakukan pemulihan terhadap pencemaran yang terjadi pada sungai tersebut.
Puput Td Putra juga mengatakan: Berdasarkan peristiwa/informasi tersebut ada beberapa ancaman pidana terhadap pencemar lingkungan menurut UU PPLH.Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut: Pasal 60 UU PPLH: Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin. Pasal 104 UU PPLH:Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Lanjut Puput TD Putra yang juga merupakan aktifis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menjelaskan, pejabat yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL dapat dijerat dengan hukuman pidana. “Iya (bisa dijerat hukum pidana), karena itu sebuah kelalaian atau penyalagunaan jabatan. Apalagi nantinya sampai ada dampak dari aktivitas proyek. Pejabat pemberi ijin wajib bertangung jawab dan bisa di pidanakan,” tegas dia. Menurut dia, ini mengacu pada Pasal 111 UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Ia juga menyebut dalam Pasal 112 UU no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama setahun atau denda paling banyak Rp500 juta. “Ancamannya pidana,” pungkas puput.
Hal senada juga di sampaikan oleh ketua Umum koalisi persampahan Nasional (Kape-Nas) dan juga ketua Umum Asosiasi pelapak dan pemulung Indonesia, Bagong Suyoto, Bagi pelaku pencemaran dan perusak lingkungan, dalam konteks tindak pidana dalam undang-undang merupakan kejahatan. Dalam Pasal 98 UU no. 32/2009 dengan jelas disebutkan: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampuinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidanakan dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah). Jika perbuatan itu menyebabkan kerusakan berat dan kematian bisa dikenakan pidana minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun. Denda minimal Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) dan maksimal Rp 15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah).
Para pelaku kejahatan lingkungan harus diberi hukuman maksimal guna memberikan efek jera dan juga agar yang lain tidak ikut-ikutan mencemari dan merusakan lingkungan. Penjahat lingkungan itu biasanya memikirkan kepentingan pribadi jangka pendek, padahal perbuatannya itu merugikan orang lain, makhluk hidup lain (seperti biota air), dan alam.menurut nya, warga sekitar yang wilayahnya tercemar dan rusak segera melapor ke bidang penegakkan hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Juga minta didampingi oleh lembaga dan aktivis lingkungan hidup. tutur nya.
Di kabarkan, sebelumnya Surat Kabar Umun Swara Nasional Pos (SKU-SNP) telah melayangkan surat pengaduan kepada dinas terkait dalam hal ini, penegakan Hukum Dinas lingkungan Hidup Kabupaten Bogor (GAKUM-DLH) yang tembusan nya kepada bupati Bogor Ade Yasin dengan nomor Surat : 009/Red-SNP/aduan-lap/I/2020. Namun sampai saat ini baik Gakum DLH Bogor Bupati bogor masih bungkam membisu ketika di konfirmasi tanggapannya.
Selain itu media ini juga telah membuat laporan pengaduan kepada DPRD Kabupaten Bogor dengan nomor surat : 009/Red-SNP/aduan-lap/I/2020. Ketua DPRD Kabupaten Bogor Rudi Susman ketika di konfirmasi via pesan WhatsApp nya mengatakan sudah saya disposi suratnya ke komisi 3, leading sektor yang membidangi, nanti hasilnya saya konfirmasi lagi ke Bapak, tulis ketua DPRD Bogor. (Redaksi)