Jakarta – Indonesia salah satu penghasil tambang terbesar di dunia. Pertama kali pengelolaan sumber daya mineral Indonesia diserahkan kepada perusahaan asing diawal era pemerintahan orde baru, sejak itu pula Indonesia terus menjadi pelayan yang setia menyuplai mineral mentah untuk kepentingan industri di negara industri maju.
Di tahun 2009 Negara Kesatuan Republik Indonesia mengesahkan undang-undang Minerba yang menjadi tonggak baru pengelolaan kekayaan sumber daya mineral dan batubara nasional.
Hal yang paling penting yang diamanatkan undang-undang adalah kewajiban bagi perusahaan pertambangan untuk melakukan kegiatan pengelolaan dan pemurnian mineral dalam negeri. Poinnya, Negara Kesatuan Republik Indonesia menghentikan ekspor mineral mentahnya ke luar negeri.
Langkah yang diambil pemerintah menuai dampak yang sangat besar, mengingat bangsa Indonesia adalah negara pengekspor mineral mentah yang diperhitungkan di Pasar Global
Kebijakan pelarangan ekspor mineral hanya langkah awal dari sebuah kebijakan besar Hilirisasi Mineral.
Secara komprehensif aktivitas pertambangan di Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi cadangan mineral sangat tinggi. Pada cadangan dan produksi mineral Nikel, Indonesia menempati posisi Pertama di dunia atau setara dengan 23 persen cadangan dunia dan produksi 29 persen dari cadangan dunia, sumber: Energi dan Sumber Daya Mineral.
Dan mencatat kontribusi +/- sebesar 100,9 ton untuk produk emas, berada di posisi *Kesepuluh Sebagai Negara Produsen Emas Terbesar di Dunia.*Sumber: Forbes berdasarkan data dari World Gold Council (WCG) per Juni 2021.
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai salah satu negara yang kaya sumber daya mineral (mineral resources) seperti nikel, emas, perak, bauksit, tembaga, dan timah akan tetapi belum dapat dikelola secara optimal untuk meningkatkan penerimaan negara dan mensejahterahkan seluruh rakyat Indonesia dari Sabang – Merauke.
Hal ini disebabkan sebagian besar perusahaan tambang beroperasi dari hulu (upstream) mengekspor bijih (mineral mentah) yang bernilai tambah rendah dan sudah berlangsung lebih dari 40 tahun.Negara-negara maju yang memiliki pabrik pengolahan mineral memahami posisi ini, selain memiliki sumber daya mineral yang besar, Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk mendirikan pabrik pengolahan mineral (smelter). Walaupun ada beberapa perusahaan tambang seperti PT. ANTAM TBK, PT. INCO TBK dan PT. SMELTING GRESIK sudah lama beroperasi di hilir akan tetapi kapasitas smelter yang relatif kecil menyebabkan daya serap smelter terhadap mineral mentah terbatas. Kondisi ini yang menyebabkan sebagian besar mineral mentah yang diproduksi perusahaan-perusahaan tambang diekspor.
Sebagai negara yang kaya sumber daya mineral, semestinya sektor pertambangan umum, khususnya mineral dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan negara dan menjadi Pilar Ekonomi dalam mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia dari Sabang – Merauke serta berkeadilan berazaskan Pancasila. Namun faktanya kontribusi tersebut masih sangat kecil.
Penerimaan Pajak Pemerintah Pusat:
Tahun 2015 – 1,240.42
Tahun 2016 – 1,284.97
Tahun 2017 – 1,343.53
Tahun 2018 – 1,518.79Tahun 2019 – 1.546.14
Penerimaan Sumber Daya Alam:
Tahun 2015 – 100.97
Tahun 2016 – 64.9Tahun 2017 – 111.13
Tahun 2018 – 180.59
Tahun 2019 – 154.9
Pajak Mineral dan Batu Bara:
Tahun 2015 – 17.68
Tahun 2016 – 15.76
Tahun 2017 – 23.76
Tahun 2018 – 30.31
Tahun 2019 – 26.34 Sumber: Laporan Tahunan DPJ 2019Penerimaan Non-Pajak Sektor Minerba.
PNBP merupakan sumber pendapatan terbesar kedua setelah pendapatan sektot pajak dalam APBN. Di tahun 2016-2020, rerata kontribusi realisasi PNBP mencapai Rp 347,06 trilliun atau sebesar 20 persen terhadap pendapatan negara. Namun jika dilihat secara rerata pertumbuhan realisasi PNBP pada kurun waktu tersebut hanya sebesar 8,6 persen. Sedangkan rerata realisasi PNBP SDA ditahun 2016-2020 hanya menyumbang sebesar Rp121,75 trilliun, yaitu sekitar 35 persen dari total PNBP atau sekitar 6,94 persen dari total pendapatan negara.
PNBP sektor minerba terdiri atas PNBP SDA-Minerba dan PNBP lainnya yang berasal dari penjualan hasil tambang batubara. Realisasi PNBP sektor Minerba untuk periode 2016-2020 hanya sebesar Rp38,39 trilliun atau sekitar 2,2 persen dari total pendapatan negara.
Sebagai generasi penerus, kita wajib mengetahui tentang mining dan sumber daya alam lainnya di negara kita sendiri dan yang kita cintai ini. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang kaya baik dari segi pertambangan, migas, perkebunan, kehutanan dan hasil laut yang tidak pernah habisnya di Nusantara ini.
Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara NYATA bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan, yang penyelenggaraannya masih terkendala kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Perizinan, Perlindungan terhadap masyarakat yang terdampak, Data dan informasi pertambangan, Pengawasan, Lingkungan hidup dan Sanksi, sehingga penyelenggaraan pertambangan mineral dan batubara kurang berjalan efektif dan belum dapat memberi nilai tambah yang optimal.
Jadi, dalam kebijakan hilirisasi mineral dan atau pengembangannya, serta adanya perubahan dalam Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemerintah harus tegas, dalam hal ini, yaitu:1. Terkait larangan ekspor mineral mentah, tidak ada lagi relaksasi izin ekspor dengan menerbitkan PP.2. Undang-Undang perlu mengatur perusahaan yang wajib dan tidak wajib membangun smelter.3. Pajak ekspor yang tinggi atau bea keluar sebagai fungsi pengendali ekspor mineral mentah. 4. Pemerintah dapat melakukan integrasi hulu-hilir-industri artinya kebutuhan manufaktur atas produk hasil pengolahan. 5. Pemerintah dapat melakukan divestasi saham. (William Manullang)