web analytics

Sukisari, SH : Ahli pidana Dr. Dwi Seno, Menyatakan Disinyalir Ada Penerapan Pasal Yang Salah Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Perkara Nomor : 1318/Pid.B/2023/PN Jkt.Utr, An. Olivia Regina Karman di PN Jakut

Jakarta – Hari ini Selasa tanggal 6 Februari 2024, Sidang lanjutan Pimpinan Majelis Hakim Alosyus SH, MH dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andrian SH mengadili terdakwa Olivia Regina K.

DR. DWI SENO WIJANARKO, S.H.,M.H., CPCLE.,CPA. Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya dengan Jabatan Fungsional / Akademik “Assistant Professor” (Lektor 300) dihadirkan sebagai ahli hukum pidana oleh TIM PENASEHAT HUKUM Pusat Bantuan Hukum (PBH) DPC PERADI SAI JAKARTA PUSAT, yang terdiri dari : 1. SUKISARI, S.H., 2. CARMELITA, S.H., 3. DOLFIE ROMPAS, S.SOS., S.H.,M.H., 4. NOVANDI S. PANGARIBUAN, S.H. dan 5. DANANG SWANDARU, S.H., M.H. yang dimohonkan kepada Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya dalam agenda pembuktian Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jl. R. E. Martadinata No.4, Sunter Agung, Kec. Tj. Priok, Jakarta Utara pada selasa 6 Februari 2024.

Dr.Dwi Seno berpendapat “bahwa surat dakwaan adalah surat yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan.

Bahwa berkas perkara dan Surat dakwaan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Surat dakwaan, maka apabila dalam berkas perkara terdapat penerapan pasal yang salah yang tidak sesuai dengan peristiwa hukum lalu kemudian oleh Jaksa di P21 tanpa melakukan penelitian lebih mendalam terhadap berkas tersebut, kemudian berkas perkara yang terdapat salah penerapan pasal dijadikan sebagai rujukan/pedoman dalam membuat dakwaan. Maka menurut pendapat hukum ahli dakwaan tersebut menjadi batal demi hukum.” terang Dr. Dwi Seno.

Masih dengan pendapatnya menurut pendapat hukum Dr. Dwi Seno tolak ukur menentuan apakah suatu perkara tindak pidana penganiayaan apakah merupakan jenis penganiayaan biasa, penganiayaan ringan dan atau penganiayaan berat Adalah merujuk kepada alat bukti yang ada sebagaimana pasal 184 ayat (1) KUHAP, diantaranya berdasarkan visum et repertum, apabila berdasarkan “visum et repertum” tercantum bahwa *luka-luka di atas tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pencahariannya*, maka berdasarkan normatif hukum dalam peristiwa tersebut lebih tepat diterapkan dengan perbuatan penganiyaan ringan sebagaimana dimaksud dalam pasal 352 ayat (1) KUHP.” imbuhnya.

Dr.Dwi Seno juga menerangkan bahwa apabila terhadap perkara yang dimana visum et repertum tercantum bahwa luka-luka di atas tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pencahariannya,lalu kemudian penyidik cq Jaksa menerapkan pasal 351 (1) KUHP dan/atau pasal 351 (2) KUHP maka menurut pendapat hukum ahli hal tersebut tidak dibenarkan menurut hukum dan ahli berpendapat telah ada penerapan hukum salah.

Berdasarkan adagium hukum ’’LEX NEMINI OPERATUR INIQUUM, NEMININI FACIT INJURIAM’’ : hukum tidak memberikan ketidakadilan kepada siapun dan tidak melakukan kesalahan kepada siapapun” terang Dr. Dwi Seno dimuka persidangan yang digelar pukul 18:00 WIB.

Bahwa sebelumnya juga mengadirikan Sugiarman sebagaisaksi meringankan yang menyatakan bersama Lian Na telah bertemu dengan saksi pelapor Naoni dan Zakar Ria, dimana awalnya saksi korban Naomi minta ganti rugi Rp. 70 juta akhirnya turun menjadi Rp. 50 juta untuk perdamaian, karena menurut saksi korban Naomi, saksi Zakar Ria minta bagian.

Pada pemeriksaan Terdakwa pada sidang Selasa tanggal 30 Januari 2024, Terdakwa menyampaikan memukul saksi korban karena membela diri dijambak oleh saksi Naomi, dimana keterangan terdakwa bersesuaian dengan keterangan saksi Deden Ardiansyah, security Apartemen Greebay pada sidang Kamis tanggal 25 Januari 2024, ketika saksi datang, Terdakwa dan Saksi korban Naomi saling menjambak dan saling memukul.

Agenda Sidang dengan Pemeriksaan Terdakwa pada Sidang Selasa tanggal 30 Jamuari 2024, atas dawaan pasal 351 Ayat (2) KUHP atau pasal 351 Ayat (1) KUHP, Ketua Majelis Hakim Alosyus menanyakan kepada terdakwa kapan perkenalan dengan Saksi korban Naomi. Sebelum kejadian persoalan apa tanya Hakim, terdakwa katakan berkenalan di Cafe sudah beberapa tahun.

Saat kejadian, tanggal 19 Agustus 2022, Terdakwa dan Saksi korban duduk satu meja dan minum bersama, Terdakwa minum bir, dan saksi Korban Naomi minum Whisky, lalu tiba tiba salah paham saksi Korban Naomi mengayunkan botol Bir lalu Terdakwa menangkis dan terbentur pipi Saksi Naomi,

Kemudian datanglah security Saksi Deden Andriansyah, dibawa ke polsek Penjaringan, dihadapan penyidik dilakukan perdamaian. Dalam perdamaian tersebut Saksi Korban Naomi minta ganti rugi sebesar Rp. 20 juta dan dua buah HP, dan di dalam perdamaian itu Olivia setuju.

Hakim Alosyus bertanya apa Terdakwa langsung bayar dan Terdakwa jawab ya, bayar secara kontan yang Mulia, tapi masih baru bayar sebesar Rp. 5 juta.

Kejadian pada tanggal 19 Agustus tahun 2022, tanggal 20 Agustus 2022 ditandatangani Surat Perdamaian.Terdakwa Olivia tidak tahu dirinya dilapor lagi ke polisi Penjaringan dan kejadian yang dilaporkan tanggal 22 Agustus 2022 bukan berhantam hanyalah dorong dorongan.

Dolfie sebagai Penasehat Hukum terdakwa, mempertegas bahwa Terdakwa tidak ada pemukulan malam setelah perdamaian dan dijawab Terdakwa tidak ada.

Terdakwa Olivia sudah merasa permasalahan selesai setelah adanya perdanaian, ternyata setelah dua tahun laporan polisi nya berjalan lagi sampai disidang.

Semoga berdasarkan fakta fakta persidangan, keterangan saksi bersesuaian dan berdasarkan visum et repertum tercantum bahwa luka-luka di atas tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pencahariannya, maka seharusnya atas dawaan pasal 351 Ayat (2) KUHP atau pasal 351 Ayat (1) KUHP, Ketua Majelis Hakim Alosyus berani memutuskan Surat Dakwaan JPU Andrian, S.H. tidak terbukti.

Sumber ; SUKISARI, S.H, dan DOLFIE ROMPAS, S.SOS.,S.H.,M.H., Tim Penasehat Hukum PBH Peradi SAI Jakarta Pusat. (Nen)