Bogor – Banyaknya oknum kepala desa baru-baru ini yang diperiksa Kejaksaan Negeri Cibinong, tak menyurutkan langkah bagi oknum kepala desa untuk melakukan tindakan tidak terpuji, dengan tidak merealisasikan dana desa (DD).
Kurang ketatnya kontrol masyarakat sehingga berpeluang bagi oknum kades untuk melakukan korupsi dalam pengelolaan dana desa. Ditambah adanya peluang dan niat sehingga terjadi penyelewengan.
Terkait hal ini, salah satu oknum kepala desa di Kecamatan Cariu diduga belum merealisasikan dana desa tahap 1. Yang mana dalam perencanaan anggaran Desa Cibatutiga, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat telah dianggarkan sekitar Rp240 juta untuk pembelian mobil ambulans.
Berdasarkan data serta informasi yang dihimpun awak media di lapangan, bahwa mobil ambulans yang seharusnya sudah dibeli dan bisa dinikmati masyarakat hingga kini belum ada fisiknya.
Saat dikonfirmasi langsung oleh wartawan, Kepala Desa Cibatutiga, Asep Iskandar menyampaikan bahwa dirinya baru membayar pembelian mobil ambulans sekitar Rp100 juta dari total dianggarkan Rp240 juta.
“Baru dibayar seratus juta,” kata Asep Iskandar, singkat, Senin (27/11/2023)
Ditanya lebih jauh kenapa bisa terjadi dan apa penyebabnya, Asep belum bersedia menjelaskan.
Sementara Ketua LSM Penjara DPC Bogor Raya, Romi Sikumbang mengungkapkan bahwa masyarakat wajib ikut serta dalam mengawasi pengelolaan dana desa guna meminimalisir terjadinya penyelewengan.
Jika benar mobil ambulans Desa Cibatutiga belum direalisasikan, maka masyarakat yang dirugikan.
“Semua masyarakat wajib mengetahui status dana desa, serta wajib ikut mengawasi realisasi dana desa karena hakekatnya dana desa adalah milik masyarakat. Di mana kepala desa cuma diberi tugas untuk mengelolanya dengan baik dan juga merealisasikannya dengan benar untuk kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Romi yang juga sebagai aktivis sosial menjelaskan, untuk pengawasan di lapangan, Kemdes PDTT sudah mewajibkan setiap kepala desa untuk memasang papan pengumuman di kantor desa yang berisikan laporan mengenai semua hal yang berkaitan dengan dana desa.
Mulai dari berapa besar dana diterima hingga penggunaan atau realisasinya secara rutin hingga diawasi oleh pendamping desa.
“Hal ini bertujuan agar masyarakat juga ikut mengawasi, sehingga ada transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa serta mencegah terjadinya penyelewengan,” jelasnya.
Tapi, kata Romi, tidak semua kepala desa mengindahkan hal ini meskipun ada pendamping desa. Oleh karena itu pihaknya mendesak Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) segera memberlakukan sanksi kepada kepala desa yang tidak pasang papan pengumuman, membatalkan pencairan dana desa tahap berikutnya.
Selain itu, Romi menilai ada nilai positif dibalik banyaknya kepala desa yang periksa kejaksaan. Hal itu menunjukkan Aparat Penegak Hukum (APH) bekerja dengan baik dan menunjukkan masyarakat semakin sadar dan terbuka, sehingga sekecil apapun tindakan korupsi bisa dengan mudah ketahuan dan dilaporkan.
Namun dilihat dari sisi negatifnya, imbuh Romi, banyaknya oknum kepala desa yang diperiksa kejaksaan semakin menunjukkan pendamping desa selaku yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan dan APIP serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) masih lemah dan pembinan tidak efektif.
“Ini sepatutnya menjadi pengingat bagi pemerintah khususnya pendamping desa, DPMD, inspektorat dan kejaksaan harus lebih ditingkatkan lagi dalam pembinaan dan pengawasan agar mengedepankan upaya pencegahan dengan pembinaan dan penguatan integritas sumber daya manusia karena sebaik apapun regulasi yang ada serta pengawasan yang ketat, jika moral manusianya tidak ada maka kejadian itu pasti terjadi terus,” tandasnya. (Indri)