Kab. Karo SNP – Sesuai dengan pernyataan kepala Desa Lambar tentang surat dari bupati tentang pelaksanaan proyek pelebaran jalan tersebut tanpa ada sosialisasi ke warga terlebih dahulu maka warga protes atas kebijakan sepihak tersebut tegas AG salah satu putra Desa Lambar (27/09).
Warga desa Lambar Kec. Tiga Panah Kab. Karo pun mengeluhkan tindakan Pemda Kabupaten Karo yang tidak mensosialisasikan tentang program pelebaran jalan yang mengorbankan tanah warga Desa Lambar yang telah di patok dan direncanakan untuk pelebaran jalan tersebut tanpa ada ganti rugi.
Kebijakan tersebut sangat mencederai hati rakyat yang selama ini membayar pajak PBBnya namun segampang itu pemerintah mengambil alih tanah tersebut tanpa ada tanda tangan warga dan tidak ada kesepakatan awal dengan masyarakat,” tegas RS (42) salah satu warga yang rumah orangtua dan rumah pribadinya terkena patok-patok PUPR ke tim Swara Nasional Pos, Rabu (27/09).
Di tempat yang berbeda AG (46) juga yang merupakan putra daerah Desa Lambar ikut angkat bicara bahwa, “Tindakan pematokan tersebut sangat lah menyakiti hati masyarakat dan diduga telah terjadi perampasan tanah warga tanpa ada kesepakatan kedua belah pihak. Tindakan ini merupakan pelanggaran HAM dan pelanggaran Undang undang KUHP Pasal 385 ayat (1) dan ayat (6) tentang penyerobotan tanah diancam dengan pidana penjara maksimal 4 tahun.,” ungkap AG.
RS dan AG menegaskan bahwa kami warga desa LAMBAR mendukung penuh program pemerintah untuk pelebaran jalan tersebut. Tetapi pemerintah juga memperhatikan hak hak warga Desa Lambae yang terdampak pelebaran jalan tersebut. Karena warga kami juga membayar pajak atas tanah yang dia miliki dan wajar warga juga mempunyai hak atas tanah yang dia miliki.
Kami sangat butuh sosialisasi dan kompensasi (ganti rugi) atas tanah yang kami miliki. Kami akan menolak penyerobotan tanah warga kami kalau tidak ada sosialisasi dan kompensasi bagi warga kami yang terdampak,” tegasnya.
Tim SNP pun mencoba konfirmasi ke salah satu LBH tentang penolakan warga tersebut. Salah satu ketua LBH pun menjelaskan bahwa, “Pengambil atau pendudukan atas tanah yang sudah di punyai oleh orang lain bisa disebut penyerobotan tanah secara paksa.”
Hal ini diduga telah melanggar KUHP dan perppu 51/1960 tentang, “Larangan memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah.”
Pihak yang berhak atas tanah tersebut dapat melakukan langkah hukum pidana dan perdata untuk menjerat oknum yang membantu proses penyerobotan tanah tersebut.
Pidana ini berlaku bagi orang atau oknum yang memberi bantuan dengan cara apapun juga untuk melakukan perubuatan memakai tanah tanpa ijin pihak yang berhak atas tanah tersebut.
Pematokan tanah dan penyerobotan tanah tersebut dapat dikategorikan sebagai: Perbuatan merebut dan menguasai atau menduduki tanah yang dimiliki oleh orang lain,” jelasnya.
E. Ginting (46) salah satu putra Desa Lambar menghimbau agar, “Pemerintah kabupaten Karo antara lain Bupati Karo, Dinas PUPR, Badan Pertanahan Kabupaten Karo, Dewan DPRD dan Muspida setempat agar menimbang dan mengaudit kembali tentang program pelebaran jalan tersebut.
Kami selaku putra Desa Lambar memohon agar hak mendapatkan kompensasi masyarakat tersebut dapat dipenuhi. Masyarakat Desa Lambar mendukung penuh program pemerintah tentang pelebaran jalan tersebut. Tetapi warga terdampak juga perlu di beri ganti rugi atas tanah miliknya yang selama ini mereka bayar pajaknya.
Kami selaku putra daerah berharap jangan sampai ada tindakan pengambilan paksa tanah warga kami. Kami harap jangan sampai ada intimidasi terhadap orangtua dan keluarga kami.
“Tolong adakan sosialisasi yang persuasif yang lebih baik. Semua itu untuk kelancaran kegiatan program pemerintah juga, mohon dipahami itu,” tegas E. Ginting ke tim Swara Nasional Pos. (Tim/Roma R.G)