web analytics

Proyek RDF Rorotan Jakarta Utara Disorot, Diduga Sarat Korupsi dan Berpotensi Merugikan Negara

Jakarta SNP – Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, didesak untuk segera membatalkan proyek pembangunan RDF Rorotan di Jakarta Utara yang dianggarkan untuk tahun 2024 dan dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.

Proyek ini diduga sarat dengan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) sejak proses lelang awal, yang berpotensi merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah. Unit Pengelolaan Sampah Terpadu (UPST) Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengumumkan Rencana Umum Pengadaan (RUP) untuk Pembangunan RDF Rorotan dengan kode RUP 45805154 pada Desember 2023, dengan pagu anggaran mencapai Rp. 1,3 triliun.

Pengumuman lelang proyek ini dilakukan pada 8 Desember 2023, dan kontrak ditandatangani pada 7 Maret 2024, dengan waktu pelaksanaan hingga akhir Desember 2024. PT Wijaya Karya (Persero), Tbk terpilih sebagai pemenang lelang dengan penawaran sebesar Rp. 1,28 triliun, sementara kontrak manajemen konstruksi dimenangkan oleh PT. Yodya Karya (Persero) dengan nilai Rp. 16,7 Miliar.

Namun, yang menjadi sorotan adalah PT. Wijaya Karya diwajibkan men-subkontrakkan sejumlah pekerjaan senilai Rp. 591 Miliar kepada PT. Asiana Technologies Lestari (PT ATL), yang mencakup pengadaan conveyor.

Diduga PT ATL bukan penyedia spesialis, sehingga pekerjaan tersebut seharusnya dilakukan langsung oleh PT Wijaya Karya. Menurut Hesron Ketua LSM RAKARA menilai adanya mark-up besar dalam proyek RDF Rorotan ini. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari media, harga pembangunan RDF yang ditawarkan PT. Indopower International dalam e-katalog LKPP hanya Rp. 22,3 miliar untuk kapasitas 200 ton per hari. Artinya, untuk RDF dengan kapasitas 2.500 ton per hari seperti RDF Rorotan, anggaran ideal hanya berkisar Rp. 300-500 Miliar.

Dengan potensi mark-up yang besar, Hesron meminta Pj Gubernur Teguh Setyabudi untuk membatalkan proyek ini demi menyelamatkan keuangan negara.

“Proyek RDF Rorotan ini harus segera dievaluasi, termasuk peran Kepala Dinas Lingkungan Hidup,” kata Hesron.

Kontrak yang disusun oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek RDF Rorotan mengizinkan subkontrak hingga 70%, yang dinilai INDECH sebagai indikasi persekongkolan untuk mengalihkan sebagian besar pekerjaan kepada pihak tertentu. Selain itu, peralatan RDF yang diimpor dari enam negara menambah biaya proyek hingga Rp. 337,8 Miliar.

Dengan meningkatnya tuntutan dari berbagai pihak untuk mengusut dugaan korupsi pada proyek ini, KPK diharapkan segera mengambil langkah proaktif. Ketua KPK dalam pernyataannya sebelumnya telah menyatakan komitmen lembaga tersebut untuk terus memantau proyek-proyek besar di daerah, khususnya yang menjadi perhatian publik.

Kasus dugaan korupsi pada proyek RDF Rorotan ini menjadi pembelajaran penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan pengelolaan anggaran yang efektif, efisien, dan bebas dari korupsi.

Proses pengadaan proyek ini dinilai melanggar Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan berpotensi merugikan negara dalam jumlah besar.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Asep Kuswanto, belum memberikan komentar terkait temuan ini hingga berita ini diturunkan. (Red)